Senin, 13 Juni 2016

Pernah nggak sih ?

Pernah nggak sih kalian ngerasa jenuh ?Jenuh sama hidup kalian sendiri ? Ngerasa semua nggak sesuai sama harapan kalian.Dan terpaksa ngejalanin apa yg ada.Karna belom bisa ngerubah keadaan. Pernah nggak ngerasa pengen bener-bener mulai dari awal lagi. Kaya lingkungan yang bener-bener baru. Cuma kita dan keluarga kita.

Atau pernah nggak kalian ngebayangin seandainya kalian punya saudara kembar. Gimana uniknya kalian. Gimana miripnya kalian. Gimana orang lain ngeliat kalian takjub. Wajah yang sama. Kebiasaan yang mungkin sama. Atau justru sama sekali bertolak belakang. Dan orang lain saling membandingkan kalian.

Pernah nggak kalian berandai kalo kalian punya semua yang kalian inginkan. Apa yang bakal kalian lakuin buat hidup kalian. Punya uang banyak. Pekerjaan bagus. Strata sosial yang tinggi. Bisa belajar apapun yang kalian pengen. Bisa travelling kemanapun yang kalian mau. Tempat mana kalian pengen bener-bener kunjungi ?

Atau kalian pernah ngebandingin hidup kalian sama orang lain. Orang yang jauh lebih hebat dari kalian di segala bidang. Lebih menarik secara fisik, lebih pintar secara intelektual, lebih bisa berempati daripada kalian, lebih bisa bersosialisasi daripada kalian, lebih bisa ngebahagiain orang tuanya dibanding kalian. Atau malah kalian membandingkan dengan yang lebih nelangsa dibanding kalian. orang yang harus berjuang mati-matian cuma buat segelas air. Yang harus jungkir balik cuma buat seliter beras. Yang harus berjuang cuma buat ngambil oksigen. Yang harus baringan di tempat tidur karna penyakit serius.

Saya sering berandai kalo misal saya punya segala yang saya mau. Saya punya cukup uang. Punya rumah mungil yang rapi. Di halaman depan ada rerumputan dan tanaman yang enak dipandang. Di halaman belakang ada dua pohon yang cukup besar. Jadi sewaktu ada waktu luang saya bisa bersandar di pohon sambil baca novel di tengah semilir angin musim kering. Atau tidur siang di atas jaring yang di tautkan di kedua pohon. Atau bersantai di kamar saya di lantai dua dengan pintu kaca dan kamar mandi pribadi. Lalu mengisi waktu dengan melakukan pekerjaan favorit saya. Atau belajar di berbagai bidang yang menurut saya menarik. Punya teman banyak. Punya seseorang yang tulus. Lalu kelak menikah then have a twin kids. Live happily ever after. Dreamer ? Yes, I am.

Tapi ketika saya lihat kehidupan orang lain yang lebih buruk dari saya, saya jadi malu dengan diri saya sendiri yang nggak bersyukur sama pemberian Tuhan. Saya bandingkan diri saya dengan orang yg sudah tidak punya orang tua. Mereka setengah mati ingin punya keluarga yang lengkap seperti saya. Tapi kadang saya mengeluhkan banyak hal tentang orang tua saya. Lalu saya bandingkan hidup saya dengan orang yang tidak punya pekerjaan. Setengah mati mereka menginginkan pekerjaan seperti saya. Tapi saya selalu mengeluh dengan segala kesibukan saya.

Saya bepikir , kalo saya punya segala yang saya mau, mungkin saya nggak akan pernah belajar namanya bekerja keras, berhemat, bersyukur, berterimakasih. Mungkin saja saya menjadi orang sombong menyebalkan yang selalu saya gunjingkan. Atau mungkin jadi gadis liar yang cuma tau pesta dan hura-hura. Yang cuma tau rok mini dan tanktop.

However , saya tetap mengusahakan apapun yang menjadi mimpi saya. Semaksimal yang saya bisa. Walau kadang terasa putus asa dan hilang harapan. Marah dan benar-benar ingin menangis. Saya berusaha bersyukur apapun yang Tuhan berikan untuk saya. Tugas saya cuma bersyukur dan berusaha. Sisanya biar Tuhan yang atur. Mengusahakan yang terbaik sebelum akhirnya dipanggil Tuhan untuk pulang. Munafik kalo saya bilang saya nggak pengen umur panjang. Pasti semua orang ingin umur panjang, hidup makmur dan kecukupan, menikah sekali seumur hidup, punya putra putri yang mandiri. Kadang saya berpikir, benarkah yang ditakuti orang-orang adalah kematian ? Atau mereka takut orang yang mereka cintai menderita ketika kita mati? Saya rasa kita sebenarnya tidak takut kematian. Tapi kita takut meninggalkan orang orang yang kita sayangi. Kita takut mereka menderita setelah kita nggak ada.

Dan seperti yang saya bilang tadi. Tugas kita cuma buat bersyukur dan berusaha. Sisanya biar Tuhan yang atur :)

Taylor Swift 'Blank Space'

Nice to meet you
Where you been ?
I could show you incredible things
Magic, madness, heaven, sin
Saw you there and I thought
Oh my God, look at that face
You look like my next mistake
Love's a game, wanna play?

New money, suit and tie
I can read you like a magazine
Ain't it funny, rumors fly
And I know you heard about me
So hey, let's be friends
I'm dying to see how this one ends
Grab your passport and my hand
I can make the bad guys good for a weekend

So it's gonna be forever
Or it's gonna go down in flames
You can tell me when it's over
If the high was worth the pain
Got a long list of ex-lovers
They'll tell you I'm insane
'Cause you know I love the players
And you love the game

'Cause we're young and we're reckless
We'll take this way too far
It'll leave you breathless
Or with a nasty scar
Got a long list of ex-lovers
They'll tell you I'm insane
But I've got a blank space, baby
And I'll write your name

Cherry lips, crystal skies
I could show you incredible things
Stolen kisses, pretty lies
You're the King, baby, I'm your Queen
Find out what you want
Be that girl for a month
Wait, the worst is yet to come, oh no

Screaming, crying, perfect storms
I can make all the tables turn
Rose garden filled with thorns
Keep you second guessing like
"Oh my God, who is she?"
I get drunk on jealousy
But you'll come back each time you leave
'Cause, darling, I'm a nightmare dressed like a daydream

So it's gonna be forever
Or it's gonna go down in flames
You can tell me when it's over
If the high was worth the pain
Got a long list of ex-lovers
They'll tell you I'm insane
'Cause you know I love the players
And you love the game

'Cause we're young and we're reckless
We'll take this way too far
It'll leave you breathless
Or with a nasty scar
Got a long list of ex-lovers
They'll tell you I'm insane
But I've got a blank space, baby
And I'll write your name

Boys only want love if it's torture
Don't say I didn't say, I didn't warn ya
Boys only want love if it's torture
Don't say I didn't say, I didn't warn ya

So it's gonna be forever
Or it's gonna go down in flames
You can tell me when it's over
If the high was worth the pain
Got a long list of ex-lovers
They'll tell you I'm insane
'Cause you know I love the players
And you love the game

'Cause we're young and we're reckless
We'll take this way too far
It'll leave you breathless
Or with a nasty scar
Got a long list of ex-lovers
They'll tell you I'm insane
But I've got a blank space, baby
And I'll write your name

Minggu, 04 Agustus 2013

Tuhan.... Bukankah kami sama ?


          Bau tanah basah sehabis hujan menembus penciumanku. Aku suka sekali aroma ini. Segar. Dan aroma ini mengingatkan aku padanya. Seseorang yang menghilang dari kehidupanku karena perbedaan kami. Sebut saja namanya Vincent.
          “dari awal kita memang udah berbeda, Vira!”
          Setidaknya itulah kata terakhir yang pernah aku dengar darinya. Sebelum dia pergi tanpa kabar. Dialah orang pertama yang mengenalkan aku pada sesuatu bernama cinta. Cinta yang kini tak akan pernah bersatu lagi.
***
          Aku berlari kecil menuju halte terdekat. Melindungi kepalaku dari derasnya hujan bulan januari. Muka lusuh, basah kuyup, dan kedinginan. Setidaknya itulah yang bisa tertangkap dari raut wajahku saat itu. Sayup-sayup kudengar seseorang bersenandung. Baru aku sadari bahwa aku bukan satu-satunya di halte itu. Seorang laki-laki dengan headset terpasang ditelinganya terlihat asik menikmati lagu dari handphone dalam saku celananya. Mungkin dia merasa ada seseorang yang tengah memperhatikannya sehingga dia menoleh padaku. Dia tersenyum manis kepadaku. Aku balas tersenyum.Aku menggosok-gosok telapak tanganku. Sedikit berusaha mengurangi dingin yang begitu menusuk. Kala itu rambutku basah terurai terguyur hujan.
          “mau kemana ?” kudengar laki-laki itu bertanya. Aku menoleh, aku menunjuk diriku yang dia tangkap sebagai ‘kau bertanya padaku?’
          “memangnya yang ada di sini siapa lagi selain kau dan aku ?” kembali dia bertanya seraya tersenyum. Aku tersipu.
          “mau pulang” jawabku
          “darimana ?” tanyanya lagi
          “kerja” dia mengulurkan tangan yang kubaca sebagai ajakan perkenalan
          “Vincent”
          “vira” kami menyebutkan nama kami masing-masing. Dan senyum sepertinya masih setia terlukis di bibirnya.
          “nunggu bus juga ?” tanyaku untuk pertama kalinya
          “engga … aku bawa mobil kok.”
          “lalu apa yang kau lakukan disini ?”
          “aku menyukai aroma tanah sehabis hujan. Jadi aku nggak akan bisa menciumnya kalo di dalam rumah.”
          “ooowwh….” Gumamku. Tak terasa hujan sudah mulai mereda. Bus yang kutunggu pun sudah terlihat dari kejauhan.
          “aku duluan ya. Hujannya sudah reda”
          “mau kuantar ?” tanyanya. Aku terdiam… hampir menolak. Tapi tak sempat karna dia telah berlari menuju mobilnya. Akhirnya aku hanya bisa menurutinya. Entah aku gila atau apa. Bisa-bisanya menerima tawaran untuk diantar pulang oleh orang yang baru aku kenal 30 menit yang lalu.
***
          Senja ini menuntun langkah kakiku ke sebuah kedai kopi. Tempatku melepas penat setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang seperti tak ada habisnya. Aku duduk di dekat jendela sambil menikmati secangkir moccacinno. Memandang lampu-lampu di kejauhan yang mulai menunjukkan nyalanya ketika seseorang menyambangi meja tempatku duduk .
          “boleh duduk disini ?”
          “Vincent? Tentu” jawabku mantap. Entah kenapa aku senang sekali melihat Vincent kembali.
          “menunggu siapa?”
          “engga ada. Kamu ?”
          “menunggu kebetulan ini” jawabnya santai sambil tersenyum
          “ha?” tanyaku heran. Dia malah terkekeh mendengar ucapanku barusan.
          “iya… aku menunggu kesempatan untuk bertemu denganmu lagi. “ lanjutnya. Aku hanya mampu tersipu mendengarnya.
          “apakah ada yang marah jika aku ingin bertemu denganmu lagi suatu saat ?” tanyanya .
          “menurutmu siapa yang akan marah ?”
          “entahlah. Pacarmu mungkin ?”
          “sepertinya tidak ada lelaki yang mau bicara pada gadis aneh sepertiku kecuali kau “ jawabku sambil terkekeh
          “menurutku kau tak terlihat seperti orang aneh “ ujarnya dengan nada serius. Aku menghentikan tawaku
          “apa namanya gadis yang mau diantar pulang oleh lelaki yang baru dikenalnya selama 30 menit? “
          “lalu apa namanya lelaki yang mau mengantarkan pulang gadis yang baru dikenalnya selama 30 menit ?”
          Lalu tawa kami meledak. Sejak itu kami tau bahwa kami mempunya ketertarikan yang sama. Ada saja kebetulan yang mempertemukan kami. Obrolan yang terjadi selalu berlangsung hangat dan penuh tawa. Perasaan nyaman saat bisa menatap wajahnya dan menyentuhnya. Kami tau kami saling mencintai tanpa harus ada kata cinta terucap. Kami saling menyayangi. Saling ingin menjaga hati dan perasaan. Hingga suatu hari, kebetulan yang tidak diinginkan itu terjadi.
***
          Sabtu sore. Senja itu aku melangkahkan kakiku keluar dari mushola sehabis menunaikan shalat asyar. Ketika aku melihat sebuah mobil yang  tak asing bagiku. Mobil Vincent. Aku berjalan mendekat ke arahnya. Dan benar saja, aku melihatnya dari kaca jendela yang terbuka.
          “Vincent “ sapaku
          “apa yang kau lakukan disini?” sambungku
          Vincent yang kutanyai malah diam menganga. Dia lalu keluar dari mobil. Kuajak dia duduk di bangku taman tak jauh dari situ. Tak lepas matanya memandang jilbab yang kukenakan dan mukena yang kubawa. Entahlah. Aku merasa ada yang ganjil. Hatiku merasa ada sesuatu yang beda. Lama kami diam tanpa sepatah kata terucap. Aku menunggunya membuka percakapan seperti biasanya.
          “Vincent”
          “vira” kami bicara bersamaan. Aku tersenyum. Tapi dia tidak. Dan aku semakin merasakan atmosfer yang sama sekali berbeda dari biasanya. Kutunggu dia bicara. Tapi tak kunjung seuntai kata terucap.
          “Vincent , kamu ngapain disini ?” tanyaku mencoba mencairkan suasana.
          “sebenernya, tadi aku mau ke rumah kamu tapi aku nggak tau karna selama ini aku hanya mengantarmu sampai gang depan. “ jawabnya
          “kebetulan ya kita ketemu di depan mushola.” Kataku sambill tersenyum. Berharap melihat senyum yang selama ini kurindukan. Dan memang aku melihatnya tersenyum. Tapi ada sedikit getir yang terlihat disana. Kembali kami terhanyut dalam diam. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Lalu aku kembali membuka pembicaraan. Ini benar-benar tak seperti biasanya.
          “kenapa ? ada masalah ? tak ingin bercerita padaku ?” tanyaku
          “entahlah. Kurasa aku harus pergi” katanya seraya bangkit berdiri. Tak sengaja sesuatu terjatuh dari sakunya. Dia berhenti. Aku lalu mengambil kunci mobil yang jatuh dari sakunya. Dan kerongkonganku tercekat saat aku melihat salib tergantung disana. Aku tak mampu berkata apapun. Hingga aku sadar, mungkin ini yang membuat sikap Vincent berubah sejak bertemu aku tadi di depan mushola.
          “boleh kuminta ?” Tanyanya.
          Kuserahkan kunci itu padanya . dan dia berlalu. Aku masih tertegun memandang bayangannya yang kian hilang ditelan senja. Entahlah. Apa aku masih bisa melihatnya kembali esok dengan suasana yang sama seperti biasanya. Aku berbalik pulang dengan langah gontai. Aku bercerita pada ibuku tentang perbedaan kami. Dan beliau menentang keras hubungan kami untuk terus berlanjut.  Aku menyesal baru mengetahui semua ini setelah aku terlanjur mencintainya. Selama ini memang banyak hal yang kami bicarakan. Tapi religi bukan salah satunya.
          Malam itu, kugelar sajadahku di sepertiga malam terakhir. Kutumpahkan semua isi hatiku pada Sang Maha Pencipta. Mulutku sama sekali tak bisa berbicara. Tapi aku yakin Tuhan memahami arti air mataku.
          Tuhan, bukankah kami sama dihadapanMu ? bukankah kami sama-sama mengingatMu walaupun dengan cara dan tempat yang berbeda?
***
          Tiga bulan berlalu sejak terungkapnya identitas kami masing-masing. Tiga bulan pula tak kutemui sosok Vincent di halte bus ataupun kedai kopi atau taman dan tempat lain dimana kami biasa bertemu. Pesanku tak pernah dibalasnya , telepon dariku tak pernah dijawabnya, tak pula ku tau dimana alamatnya. Aku hanya ingin tau bagaimana kejelasan hubungan kami. Lalu aku tersadar, sejak awal memang tak pernah ada kata cinta terucap di antara kami. Tapi setidaknya persahabatan tak pernah memandang perbedaan religi, bukan?
          Vincent ….. ketahuilah bahwa namamu tak pernah luput dari doaku dalam setiap sujudku padaNya. Dan aku yakin kaupun senantiasa menyebut  namaku dalam setiap doamu di gereja.
***
          Kulangkahkan kakiku menembus hujan sore itu sepulang bekerja. Aku berteduh di halte tempat pertama kali aku bertemu Vincent.
          Masih dalam hujan yang sama . . . dingin yng sama … bau tanah basah yang sama . . . tapi suasana yang berbeda. Kuketatkan jaket yang kukenakan agar sedikit mengurangi hawa dingin. Kumainkan ujung jilbabku yang kini ku kenakan sebagai identias bahwa aku adalah seorang muslimah. Atau entahlah, mungkin aku tak ingin kejadian yang sama terulang kembali seperti aku dan  Vincent.Lama aku hanyut dalam anganku sendiri. Sampai suara yang sangat aku kenal merusak khayalanku.
          “Vincent?”
          “hai… “ senyum yang sama kembali terukir di bibirnya, senyum yang selalu kunantikan. Terlihat kalung berliontin salib panjang terjuntai di lehernya.
          “baru pulang kerja ?” sambungnya
          “sejak kapan kau disini ?” aku balik bertanya.
          “ sejak kau mempermainkan ujung jilbabmu yang basah itu” jawabnya. Dan kegetiran itu kembali terlihat di matanya.
          “mau kuantar pulang ?” kembali ia bertanya. Aku masih diam. Tapi dia tak eburu berlari ke mobilnya.
          “trimakasih, sepertinya lain kali saja. Bus yang ku tunggu sudah datang. Sampai jumpa.” Kulemparkan senyumku padanya. Dia hanya terdiam. Entahlah. Apakah lain kali yang kubilang tadi akan ada atau tidak.
          Tuhan , aku tau aku dan Vincent berbeda. Dan aku pun tau Kau akan berikan padaku semua yang terbaik.